Informatif, edukatif, akurat dan terpercaya menyajikan informasi seputar filsafat, sosial, politik, pemerintahan, buku dan opini.

test pub-9703219827204705, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Breaking

Post Top Ad

Your Ad Spot

9/09/2021

Aku, Kamu dan Kita Pasti Bisa : Mari Ubah Stigma

 

Sumber Gambar : Pinterest

        Pada suatu hari di pulau-pulau panca warna yang elok rupanya, tinggallah mahluk hidup yang berambut hitam, kriting, lurus, ikal, ada juga yang disanggul. Berbaju adat, membawa senjata khas tradisional sembari ditemani ritual-ritual bermandikan adat istiadat yang kental. Ribuan mahluk hidup itu dinamakan manusia, tinggal di sebuah negeri bernama nusantara. Manusia-manusia itu lebih akrab dikenal dengan sebutan manusia pribumi yang hidup dalam sistem kerajaan-kerajaan. Di sisi lain nampaklah manusia pribumi yang berjalan diseret oleh sistem feodal, namun masih akrab dengan hutan asri, indah nan menggugah imaji.

 

            Sampai pada suatu ketika yang tidak disangka-sangka, datanglah manusia lain yang berbeda dengan mereka. Tinggi, kekar, berhidung mancung, penuh dengan peralatan lengkap di kapal yang dilatarbelakangi dengan pencarian rempah-rempah. Tapi motif yang dibumbui rempah-rempah itu tidak bertahan lama. Segera dimasak dengan sumpah serapah karena melanggar aturan yang di sumpah menciptakan monopoli tidak sehat berbau menjajah. Hingga akhirnya mereka disebut penjajah.

 

            Tercatat dalam sejarah nusantara atau sekarang disebut Indonesia. Penjajah itu ialah Portugis (1509-1595), Spanyol (1521-1692), Belanda (1602-1942), Perancis (1806-1811). Inggris (1811-1816), Jepang (1942-1945).

 

            Diam adalah bijak, tapi jika diam kita diinjak-injak, maka hanya ada satu kata, “Lawan!”. Begitu pula manusia pribumi di nusantara atau penyebutan hari ini oleh masyarakat Indonesia, jika diamnya diinjak-injak, aturannya dilanggar, fisiknya dipaksakan dengan kerja paksa, soudara-soudaranya dibunuh, diperkosa, tanah kelahiranya diambil tanpa belas kasihan, lalu parahnya diperbudak pikirannya dengan kebodohan, sejarah dipalsukan menjadi seolah-olah para penjajah itulah yang paling agung dan dewa bagi masyarakat Indonesia. Tentunya, apakah kita diam dan tidak mempertahankan kehormatan dan harga diri serta merebut kembali kemerdekaan kita?

 

            Bung Karno dalam bukunya “Indonesia Menggugat” menerangkan negeri yang menjajah negeri lainnya bukan karena negeri itu kaya, melainkan negeri itu miskin sekali, sehingga Indonesia yang kaya raya alamnya menjadi bulan-bulanan penjajah yang tidak segan-segan merengut kebahagiaan yang kita harapkan.

 

            Berbicara nasionalisme tidak hanya pada tatanan pembicaraan, melainkan seyogianya sudah mendarah daging menyebar ke tulang sum-sum, mengalir melalui darah dan memberikan kita napas kehidupan serta penyadaran akan kebodohan bahwasannya penindasan manusia atas manusia harus dihapuskan. Para sosiolog bersepakat bahwa tumbuh dan berkembangnya nasionalisme merupakan hasil kontruksi sosial. Benedict Anderson, mengatakan rasa kebangsaan lahir, tumbuh, berkembang dan terbentuk lewat proses imajinasi; dalam suatu komunitas, membayangkan kesamaan nasib antara anggota masyarakat, lewat konsepnya, imagined communities. Inilah yang dari awal oleh para pendiri bangsa menjadi bagian pertama membentuk bangsa ini dalam mengisi kemerdekaan. Munculnya organisasi pergerakan nasional di Indonesia merupakan cikal bakal perlawanan masyarakat-masyarakat dalam mempertahankan kehormatan dan harga dirinya. Sebut saja Budi Utomo, Sarekat Islam, Indische Partij, Perhimpunan Indonesia, Indische Sosial Democratische Vereeniging (ISDV), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan masih banyak lagi. Kita patut mensyukurinya karena kita sebagai bangsa Indonesia mempunyai masa lalu indah dalam dunianya perjuangan, kebersamaan, persatuan, solidaritas yang besar untuk melawan satu musuh yaitu penjajah dan bertujuan menghancurkan sistem yang sama adalah kolonialisme, imperialisme dan kapitalisme.

 

            75 tahun Indonesia sudah merdeka dan berjalan menuju tahunnya yang ke-76. Pandemi covid-19 menjadi momok bersama yang tidak bisa dianggap biasa saja. Dampak yang kita rasakan secara nasional menjurus pada semua lini baik sosial, politik, ekonomi, hukum, teknologi dan lain-lain. Semua lini itu dimodernisasi dengan kata serba “Online”. Manusia dalam membuat masalah dan menyelesaikan masalah tidak lagi dominan di dunia offline, sebaliknya di dunia online. Serba-serbi inovasi ini yang membuat media dewasa menjadi alat perjuangan maupun sekaligus bisa menjadi penindas dalam menciptakan stigma-stigma anti pancasila maupun nasionalisme Indonesia.

 

            Makna Pancasila 1 juni 1945 dan arti nasionalisme yang sebenarnya di masa lampau haruslah dapat menyesuaikan zaman karena nasionalisme dan pancasila bukanlah suatu konsep dan terminologi yang mati, melainkan diaktualisasikan sesuai perjalanan waktu dan situasi kontekstual perkembangan zaman.

 

            Nasionalisme kita adalah kemanusiaan, ujar bung Karno. Bukan sebagai  bangsa yang menganggap bangsanya lebih tinggi dari bangsa lain, bukan sebagai bangsa yang terlalu berlebihan mencintai bangsanya lalu bangsa lain direndahkan. Kita hidup beradat matipun beradat. Pancasila yang diperas dari lima butir menjadi tiga butir yaitu Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi dan Ketuhanan yang Maha Esa. Jika diperas lagi dari tiga butir menjadi satu butir maka hasilnya ialah gotong royong. Perasaan yang sudah menjadi satu kesatuan itu janganlah hanya menjadi gema suara di sebuah goa. Apa yang dilakukan dan disampaikan oleh para pendiri bangsa dan rakyat Indonesia sebelum kemerdekaan maupun sesudahnya tidak boleh terdistorsi maknanya lalu berubah menjadi simalakrum. Amalkanlah Pancasila sebagai sebuah pandangan hidup di dunianya kita, baik sebagai petani, buruh, mahasiswa, nelayan dan apapun status dan perkerjaan kita sekarang.

 

            Kembalilah ke titik nol makna perjuangan bangsa Indonesia yang berjuang bukan untuk dirinya sendiri melainkan melawan musuh bersama hari ini yang tidak lain adalah Neo Kapitalisme itu pada persimpangan jalan untuk mengali kuburnya sendiri.

 

            Aku, kamu dan kita semua mari bersolidaritas dalam banyak perbedaan untuk mengingat baik-baik makna dari Pancasila dalam amalan perjuangan masa kini di dunia media untuk meruntuhkan ancaman perpecahan dan ketidakpercayaan antar sesama anak bangsa. “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan sulit karena melawan bangsamu sendiri”, begitulah pernyataan yang dilantunkan dengan suara lantang oleh seorang yang kerap dipanggil dengan Kusno dan lebih suka dipanggil dengan sebutan bung.

 

            Akhirnya, yakin saja dulu, bahwasannya Indonesia pasti bisa di masa yang akan datang baik saat menyongsong 100 tahun Indonesia merdeka 2045 atau Indonesia emas atau malah beratus-ratus tahun yang akan datang kita dapat menjadi bangsa yang membangun saebuah kesadaran kritis masyarakatnya serta dapat membangun suatu dunia di mana semua bangsa dapat hidup dalam damai dan persoudaraan.

 

 

 

Palangka Raya, 22 Mei 2021

 

 

 

 

 

 

 

 

Tulisan di atas telah memenangkan lomba menulis Narasi dengan tema “Nasionalisme Indonesia Pasti Bisa” yang diselenggarakan oleh teman-teman pemilik akun Instagram Nasionalisme Radikal dan Yayasan Bentang Merah Putih, dengan penghargaan mendapatkan juara 3 menulis Naratif Se-Nasional.

 

5 comments:

Post Top Ad

Your Ad Spot

PAGES