Informatif, edukatif, akurat dan terpercaya menyajikan informasi seputar filsafat, sosial, politik, pemerintahan, buku dan opini.

test pub-9703219827204705, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Breaking

Post Top Ad

Your Ad Spot

12/31/2020

Thales : Bukan Apa yang Kita Tahu, Namun Bagaimana Kita Mengetahuinya?


Fokuslah pada proses, bukan hasilnya!, Kira-kira begitu menurut hemat gw terhadap judul di atas yang merupakan sebuah pertanyaan dari Thales yang dibahas oleh Aristoteles dalam karyanya. Sobat pembaca, apakah kalian pernah membaca atau mendengar kata bijak berikut ini.


"Usaha tidak akan mengkhianati hasil "


Gw udah gak asing lagi mendengarkan kata bijak itu loh sobat. Usaha perlu kita utamakan, walau terkadang gak sebanding dengan ekspektasi kita. Mari kita belajar dari Thales!


Bagaimana Thales mengetahui apa yang dia ketahui?


Menurut Plato ada tujuh orang bijak Yunani kuno (Seven wise men of greece )  yaitu Thales dari Miletos, Pittacus dari Mytilene, Bias dari Priene, Selon, Cleobulus dari Lindus, Myson dari Chenae, Chilon dari Sparta. Mereka bertujuh dapat dikatakan filsuf, negarawan, dan pembuat undang-undang yang hidup diantara tahun 620-550 SM. Dari tujuh orang tersebut , ada Thales kan?. Nah, ia lahir diperkirakan pada 630 SM di Miletos, kota pelabuhan Ionian, adalah muara sungai Meander. Tahukah sobat pembaca, kalau sekarang lokasinya berada di Aydin, Turki Modern.


Miletos, tempat asal Thales adalah tempat pusat berdagangan antara dunia barat dan dunia timur serta pelabuhan terkemuka. menurut Pliny, setidaknya terdapat 90 koloni Miletos yang tersebar di laut Aegea, bahkan bisa saja lebih banyak. Sejarahwan dan arkeolog telah memastikan keberadaan 45 koloni diantaranya secara ekonomi di Miletos dipegang oleh pedagang dan perekonomiannya tersokong oleh kehadiran tenaga ahli seperti insinyur, paramedik, arsitek dan manajer keuangan. Para pemilik modal masa itu sangat menikmati gaya hidup mewah dan mampu menikmati sastra, kerajinan tangan, musik dan kesenian lainnya. Perlu digarisbawahi bahwasanya kemakmuran Miletos menjadi cikal bakal kebebasan intelektual kalangan atasnya. Hal tersebut senada dengan yang disampaikannya Aristoles dan Plato dalam buku Pijar Filsafat Yunani Klasik karya Sandy Hardian Susanto Herho. Aristoteles dalam Metafisika menyampaikan bahwa, sesudah kebutuhan utama lah  dan ketika kehidupan tampak mudah dijalanilah, pemenuhan akan intelektual dimulai, seperti halnya, seni matematika di Mesir berkembang pertama kali dikalangan pendeta yang notabene memiliki banyak waktu senggang, tambahnya.


Secara sosial, Kota Miletos yang merupakan tempat pelabuhan ramai sehingga membuat kepercayaan yang dianut oleh warga  Miletos tidak begitu kuat. Mudah saja perkembangan awal filsafat di sana, apalagi warga kota tidak begitu terusik dengan gangguan doktrin agama lewat rasionalitas oleh filsuf-filsuf awal.


Thales (640-550 SM), awalnya ialah seorang insinyur yang melayani keluarga raja Miletos dan aktif dalam perniagaan di sana. Diusianya yang masih paruh baya, ia berkelana ke Mesir dengan niat untuk berdagang. Namun, bukan berdagang yang dilakukan, eh ia malah mempelajari  astronomi dan geometri sehingga memutuskan berhenti menjadi pedagang dan mengabdikan hidup untuk filsafat dan matematika.


Menjebol Mitos

Sekedar informasi, dalam kamus KBBI During, Filsuf adalah ahli filsafat; ahli pikir atau orang yang berfilsafat. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Filsuf


Hai sobat pembaca,  tahukah kalian dalam pertumbuhan dan perkembangan filsafat mula-mula tentunya kita tidak bisa lepaskan pengaruh filsafat Yunani. Bertens seorang filsuf Belanda, mengungkapkan dalam ilmu sejarah tentunya banyak mengalami kesulitan untuk mendapatkan sumber-sumber bacaan "filsafat Yunani" karena banyak filsuf yang tidak menuliskan buah pikirannya, seperti Thales salah satunya. Alhasil, hingga hari ini dengan terpaksa kita harus menyandarkan diri pada pernyataan orang lain (para ahli) yang sempat membahas pikiran-pikirannya tanpa bisa membaca langsung karya rill darinya.


"Menulis adalah berkerja untuk keabadian", Pram mungkin benar tentang  kebenaran menulis, kita akan tenggelam dalam sejarah dan masyarakat sekali pun kita pandai kalau enggan untuk menulis. Begitu pula kebenaran tentang Thales yang sampai hari ini gw masih bertanya-tanya, apakah benar ia filsuf pertama?. 


Beruntungnya, nama Thales abadi sampai sekarang  tidak lain disebabkan oleh orang yang berjasa menuliskan tentang pemikirannya. Ya, siapa lagi kalau bukan Herodotos dan murid dari Plato yaitu Aristoteles.


Sebelum membahas lebih jauh kepada pernyataan Aristoteles tentang buah pikir Thales pada karyanya, alangkah lebih baik kita berterima kasih  kepada Filsuf yang bernama Herman Diels (1848 - 1922) merupakan seorang sarjana Jerman yang berjasa melalui karya dalam dua bukunya seperti yang disebutkan pada buku berjudul  Tokoh Filsuf dan Era Keemasan Filsafat Karya  Nurnaningsih Nawawi, hal. 43-44, yang kutipannya berbunyi demikian, "(a).
Die Fragmente der Vorsokratiker (Berlin,1903), (b).Doxographi
Graeci ( Berlin, 1879). Filosof Jerman ini telah mempelajari
secara kritis semua kesaksian yang ditemui pada pengarang-
pengarang kuno tentang ajaran filsof-filsof Yunani, sehingga dengan bantuan ini dapat dipandang meringankan tugas
sejarahwan untuk mengulas sejarah Filsafat Yunani".


Jelas bukan?, Mau tidak mau, suka tidak suka kita bersandar sekali lagi pada orang yang berjasa menuliskan buah pikir filsuf pendahulunya yang tidak menuliskan buah pemikirannya. Tapi, sekali lagi, apakah sobat pembaca yakin filsuf pertama adalah Thales, saya sendiri masih belum bisa menjawabnya, walau pun sudah terang benderang penjelasan para filsuf yang menjelaskan buah pikiran Thales, tapi masih tetap saja ada sedikit keskeptisan, karena gw dan kalian 
Gak hidup di masa itu untuk membuktikan kebenarannya bahkan lebih parahnya tidak dapat membaca buah pikirannya yang asli. Namun, kita sebagai seorang yang terus dipenuhi hasrat keingintahuan akan segala sesuatu perlu kiranya kita menelusuri berbagai referensi.


Baca juga :

6 Tips Memilih Universitas yang Tepat


Apa yang terlintas dibenak kalian tentang Zeus, Poseidon ? Pasti sudah tidak asing lagi bukan?. Nama-nama tersebut ialah nama-nama mitologi pada era Yunani Kuno dimana masyarakat Yunani dulunya sangat mempercayai dewa-dewi dan bahkan sampai pada memujanya dan rela melakukan apa saja. Jelas, pada masa itu kebanyakan masyarakat tahu apa yang mereka ketahui, tapi tidak tau bagaimana cara mengetahui apa yang mereka ketahui, bahkan tidak pernah cukup berani mengkritisi kebiasaan berpikir yang turun temurun seperti itu, alhasil menjadi dokma akut. Berbeda dengan aktivitas filsafat mula-mula yang berawal dari kebiasaan yang diterapkan Thales yaitu berpikir dan bertindak layaknya di era sekarang kita sebut "Ilmuwan". Pemikiran  Thales yang berpindah pada logos dan endingnya menjebol cara berpikir mitologis lah yang menginspirasi Aristoteles memberikan gelar kepadanya sebagai filsuf yang pertama (Abad 45 SM). Berbeda dengan Aristoteles, sejarahwan bernama Herodotos dalam catatannya tidak ada menceritakan keaktifan Thales sebagai filsuf. Thales dalam perjuangannya mewujud visi untuk menjebol cara berpikir mitologis saat itu sangat luar biasa, ia tampil beda dari kebanyakan orang-orang di zamannya yang rata-rata sama.


Pernah gak sih kalian tampil beda, misalnya dikelas sobat pembaca?. Berani berargumentasi ketika semuanya hanya sepakat dan sepakat saja dengan guru atau dosen, lalu berani mengkritisi argument mereka, atau ketika di kampus kalian berani  untuk mengkritisi kebijakan yang dikeluarkan birokrat kampus?.


Wah, kalau kalian pernah, sedang, dan akan tampil beda seperti itu, otomatis pikiran kritis kalian berguna dong...


Thales sebagai pemikir pertama dalam sejarah filsafat barat menjebol cara berpikir mitos dengan cara membaca gejala alam tanpa menghubung-hubungkan pada mitos-mitos. Ia menjelaskan berbagai gejala alam pada saat itu dengan yang akan menjadi metode ilmiah modern yang dikenal saat ini.


Gempa Bumi

Tentang petir dari kemarahan dewa Zeus dan badai dari kemarahan Poseidon, ia sangat tidak sepakat. Banyak hal kala itu termasuk gempa bumi yang dihubungan dengan dewa-dewi. Thales menyampaikan teorinya bahwasannya bumi adalah lempengan yang berada di atas gugusan air yang tak terbatas luasnya. Gempa terjadi  ketika terjadi hantaman gelombang besar yang mengoyangnya.


Meramalkan Gerhana Matahari

Wah... Keren yah bisa memprediksi gerhana matahari di zaman itu. Suatu kemampuan yang fantastis. Menurut Herodotos, Thales meramalkan gerhana matahari 28 Mei 585 SM. Dalam tulisan Herodotos dijelaskan bahwa pada tahun ke enam perang, Lydia di bawah raja Alyattes dan Medea di bawah Cyaxares yang terlibat dalam pertempuran terkejut ketika tiba-tiba siang berubah jadi malam, yang menyebabkan kedua belah pihak menghentikan perang dan bernegosiasi untuk perjanjian damai. Hilangnya cahaya matahari telah diprediksi oleh Thales, Ujar Herodotos.


Mengukur Tinggi Piramid dan Menjelaskan Secara Ilmiah tentang Banjir Tahunan Sungai Nil di Mesir

Thales adalah orang yang pertama kali mengukur tinggi piramid. Sekarang, barang tentu bukan hal yang sulit untuk mengukur piramid dengan teknologi yang serba canggih dan dibarengi dengan Ilmu Pengetahuan yang sudah jauh berkembang. Akantetapi, bagaimana jika kita lahir di era mesir kuno kala itu?. Pastinya dong gw sendiri bakalan gak bisa berkata-kata lagi, skakmat!


Baca juga :

Pertualangan mengerikan di Rumah angker Jln. Sangga Buana, Palangka Raya


Sungguh mulia khalik langit dan bumi sang pemilik eksistensi tertinggi yang gak satu pun dapat manusia pikirkan telah menunjukan melalui Thales sebagai buah karya yang mengunakan kemampuan akalnya guna perkembangan peradaban manusia di masa setelahnya.  Teori Thales saat mengukur piramida ialah, "Panjang bayangannya sama dengan tingginya, berarti panjang bayangan piramid sama dengan tinggi piramid". Dalam ilmu ukur atau kita kenal sekarang dengan matematika, Thales sangatlah berjasa. Dilain hal ketika masyarakat Mesir mempercayai Dewa Hapi untuk membuat banjir sungai Nil, Thales melakukan penyadaran dengan pernyataannya yang terkenal, "Kalian tidak membutuhkan Hapi untuk membuat banjir sungai itu". Menurutnya, naiknya sungai disebabkan karena angin berkala tertentu.


Teorema Thales

Dari berbagai referensi yang gw baca, ada beberapa poin penting Teorema Thales, sebagai berikut.


1. Sebuah lingkaran terbagi dua sama besar oleh diameternya


2. Sudut bagian dasar dari sebuah segitiga  samakaki adalah sama besar


3. Jika ada dua garis lurus bersilangan, maka besar kedua sudut yang saling berlawanan akan sama


4. Sudut yang terdapat di dalam setengah lingkaran adalah sudut siku-siku


5. Sebuah segitiga terbentuk bila bagian dasarnya serta sudut-sudutnya yang bersinggungan dengan bagian dasar tersebut telah ditentukan


Air

"Segala sesuatu berasal dari air dan segala sesuatu dipecahkan menjadi air", Thales


Apa Sebenarnya bahan dasar alam semesta?
Air!, Jawab Thales


Thales menyebut ada 4 kriteria bahan dasar alam semesta disebut dasar dari segalanya.

1. Sesuatu dari mana semuanya dapat terbentuk
2. Penting untuk kehidupan
3. Mampu bergerak
4. Mampu berubah


Berdasarkan pengamatan di lapangan yang dilakukan olehnya, air terdapat pada makanan-makanan yang dibutuhkan mahluk hidup. Saat di Mesir, ia mempelajari  bangsa mesir yang bergantung pada sungai Nil sebagai jantung kehidupan masyarakat saat itu. Pada pengamatan yang lain, ia mendapat kesimpulan bahwa air dapat berubah menjadi padat dan selanjutnya dapat menjadi gas. Selain itu, bumi mengapung, bumi terletak di atas air. Tanpa air semua mahluk hidup akan meninggal.


Jiwa

Berdasarkan pengelaman Thales yang diceritakan prihal percobaan besi berani  dan batu api yang digosok sampai  panas dapat menarik barang yang berada didekatnya. Nah, maka menurutnya bukan hanya manusia saja yang memiliki jiwa, namun benda mati juga.


Aristoteles, dalam bukunya tentang psikologi membeberkan pula pendapat Thales yang menurutnya tidak lain ialah berkaitan dengan jiwa. Pendapatnya, "Kesemuanya penuh dengan Allah-allah.". Pendapat Thales tentang jiwa  sering dikaitkan dengan Hylezoisme (Teori tentang materi yang hidup)


Politik

Ternyata dalam politik, Thales pernah berkontribusi juga loh, salah satunya terdapat pada catatan Herodotos, sekitar pertengahan abad ke 6 SM ketika kerajaan Persia membuat Ionia terancam, ia memberikan nasehat agar orang-orang Ionia membentuk pusat pemerintahan dan administrasi bersama, berpusat di kota Teos yang memiliki posisi sentral diantara 12 kota Ionia (Sentralistik). Tujuannya tidak lain adalah agar Ionia menjadi Polis yang bersatu dan tersentralisasi.


Nah, gimana sobat pembaca? Amankan, gak ngantuk?..wkwk


Kalau kita berbicara mitos tentunya udah sejak zamannya Thales telah dibicarakan dan ditentang olehnya dengan Logos yang artinya menarik segala sesuatu melalui pembuktian rasio mengunakan akal, gak berdasarkan hal-hal yang dikit-dikit ditarik kepada kemarahan dewalah, kemurahan hati dewilah. Akhirnya, sebagai penutup untuk kita renungkan bersama ialah :


1. Jika kita tarik ke masa sekarang, dan kita tidak mengandalkan akal (logos), dengan kata lain malah menyampaikan fenomena-fenomena yang terjadi disekitar kita dengan hal-hal yang berbau mitologis, apakah itu sebagai kemunduran kita dalam berpikir?


2. Sudahkah kita merenungkan bagaimana cara kita bisa mengetahui apa yang kita ketahui dan mengetahui bagaimana cara orang lain mengetahui apa yang diketahuinya, atau malah sebaliknya kita hanya mentok pada kita udah tau, titik! Tanpa perlu cari tau sebab akibatnya


(P/DuaEnam)


Baca juga :

Salut! Kisah Perjalanan Basri yang Bikin Terharu




Daftar Pustaka :

Nurnaningsih Nawawi. 2017. Tokoh Filsuf dan Era Keemasan Filsafat. Makassar: Pusaka Almaida Makassar.
Sandy Hardian Susanto Herho. 2016. Pijar Filsafat Yunani Klasik. Bandung: Perkumpulan Studi Ilmu Kemasyarakatan ITB (PSIK ITB).
Herman Sugiharto. 2020. Thales : Air sebagai pembentuk alam. www.researchgate.net


No comments:

Post a Comment

Post Top Ad

Your Ad Spot

PAGES