Dua Enam |
“Perbedaan
juara 1 (satu) dan juara 2 (dua) terletak pada ucapannya”, Begitulah
sepatah kalimat pengawal BAB I pada buku yang berjudul, “Bicara itu Ada
Seninya-Rahasia Komunikasi yang Efektif”, Karya Oh Su Hyang.
Berbicara merupakan suatu cara
manusia untuk menyampaikan isi pikirannya kepada orang lain, bisa pula
dikatakan bahwa bicara itu bentuk suatu komunikasi yang terjadi melalui huruf
perhuruf, kata perkata, kalimat perkalimat yang tersusun rapi seperti sebuah
simponi nada yang memberikan suatu kenikmatan ketika masuk ke gendang telinga.
Berbicara itu ada seninya bagiku,
berbicara tidak hanya sekedar asal bicara, karena dengan berbicara yang bijak
dan tepat sesuai dengan situasi dan kondisi maka akan menghasilkan suatu
keuntungan bagi manusia yang menguasai seni dalam berbicara.
Pada semester akhir perkuliahan, aku
mencoba untuk merenungkan berbagai macam pengelaman yang telah terlalui selama
masa-masa kuliah, terutama ketika sedang membaca kisah-kisah orang-orang hebat
di dunia yang mempunyai kemampuan kapasitas dalam seni berbicara yang mempuni,
ketika berdiskusi dengan teman-teman di organisasi kampus maupun organisasi
luar kampus. Hanya ada satu tarikan napas yang bisa saya ejawantahkan ke dalam
tulisan ini ialah bahwasannya berbicara
adalah suatu aset penting bagi orang yang sampai saat ini bisa berbicara dengan
menguasai seninya baik ketika berorganisasi, berserikat, maupun mengurus kepentingan
pribadi.
Sokrates misalnya, adalah filsuf terkenal dan juga termasyur yang tidak pernah menulis namun dari versi tulisan-tulisan yang ditulis oleh generasi setelahnya yang dominan dari barat dengan gamblang menulis tentangnya. Pada beberapa referensi buku yang saya baca baik dari karya muridnya maupun pengikut ataupun yang bertentangan dengannya, menyampaikan poin penting yang bisa ditarik kepada tulisan ini yakni seni dalam berbicara sudah ia praktekkan dan betapa manjurnya hal tersebut sehingga para penguasa saat itu terusik karena dialog yang dilakukannya di pasar-pasar, maupun di tempat lain yang ia kunjungi selalu terjadi suatu dialektika yang sangat epik antara ia dan setiap lawan bicaranya.
“Yang aku tahu adalah bahwa aku
tidak tahu apa-apa”, Sokrates. Dengan kesadaran yang dimilikinya, bahwa
ia sadar betul hanya tahu bahwa ia tidak tahu apa-apa dan dengan demikianlah
terjadi suatu pertukaran pikiran yang tidak terduga serta kenikmatan berpikir dapat
dirasakan dengan bebas walaupun akhirnya ia meninggal dengan tragis karena
meminum racun hanya untuk mempertahankan pendiriannya. Itulah Socrates, ketika
ia berbicara, siapa yang tidak memiliki pikiran rasional ataupun sudah ditutupi
oleh kedungungan berpikir maka akan segera kedunguan itu dibakar habis olehnya.
Namun, hal yang tidak kalah penting lainnya ia telah menguasai seni bicara yang
dinamakan logika.
Logika adalah metode berpikir lurus
atau rasional berdasarkan akal yang tentunya masuk akal. Sekedar informasi,
bapak logika di Indonesia ialah Tan Malaka dan bung Karno. Mereka menerapkan
ilmu logika pada tiap tulisan mereka dan juga ketika mereka berbicara kepada
masyarakat Indonesia ataupun kepada penjajah yang saat itu menganggap mereka
adalah musuh yang berbahaya. Saking pentingnya logika, saya pun menulis ini dan
membagikan 5 (lima) cara mengasah logika pembaca sekalian dari versi Oh Su Hyang, merupakan Dosen dan Pakar
Komunikasi terkenal di Korea Selatan.
Berikut
5 (lima) hal untuk berbicara logis atau memastikan bahwa ucapan pembaca logis
atau tidak.
1. Berikan Alasan yang Tepat untuk
Argumen Anda
selalu diajarkan untuk mengutarakan alasan di balik pendapat kita saat menulis esai. Begitu pula dengan ucapan. Dalam percakapan sehari-hari, kita mungkin sering melupakannya. Hal ini karena kita tidak terbiasa menerapkan pola pikir logis dalam kegiatan sehari-hari.
Perbedaan antara pendapat yang
beralasan dan yang tidak beralasan bagaikan bumi dan langit. Kita ambil contoh
seorang mahasiswa yang ingin jalan-jalan ke eropa dan meminta izin kepada orang
tuanya. Jika ia hanya mengulang-ulang pendapatnya, maka akan sulit untuk
mengerakan hati orang tuanya. Lain halnya ketika ia bisa menyampaikan
alasannya.
“Izinkan aku untuk pergi backpacking ke Eropa satu bulan saja (pendapat). Apalagi diera
global seperti ini, penting untuk memperluas pengetahuan dan nantipun saat
melamar kerja bisa dimasukan sebagai salah satu pengelaman (alasan).”
Jika sudah begini, orang tua mana
yang akan melarang anaknya jalan-jalan ke Eropa? Terutama di dunia kerja,
keryawan yang mampu menyampaikan alasannya dengan baik pasti akan disukai oleh
atasan. (Oh Su Hyang – Bicara Itu Ada Seninya – Rahasia Komunikasi yang
Efektif, hal.10-11)
2. Hindari Lompatan Logika dan
Melebih-lebihkan
Hanya karena orang Korea suka makan
daging anjing, kita tidak bisa menyimpulkan bahwa seluruh orang korea itu
kejam. Kita harus ingat untuk tidak menggenarilisasi sesuatu hanya dari contoh
yang kecil. Kita juga harus berhati-hati terhadap lompatan logika. Dalam pepatah
Jepang ada ungkapan “Jika angin berembus, maka toko bak akan laris”. Saat angin
berembus, banyak debu berterbangan sehingga orang-orang akan pergi ke pemandian
umum, tetapi karena kolam di pemandian umum sedikit, maka pesanan atas bak
mandi akan menjadi banyak. Meskipun terdengar masuk akal, tetapi kita tahu
bahwa hubungan antara angin bertiup dan toko bak laris ini sangatlah jauh. (Oh
Su Hyang – Bicara Itu Ada Seninya – Rahasia Komunikasi yang Efektif, hal.11)
3. Konsisten dalam Bersikap
Saat kondisi argumen kita lemah,
kita akan jatuh ke dalam kontradiksi dan posisi yang membinggungan, sebab kita
akan mengeluarkan argumen baru yang berbeda dengan apa yang sebelumnya kita
ungkapkan. Oleh karena itu, kita harus memiliki sikap konsisten dengan pendapat
kita dari awal hingga akhir. (Oh Su Hyang – Bicara Itu Ada Seninya – Rahasia Komunikasi
yang Efektif, hal.12)
4. Gunakan Kata-kata Sederhana
Ada orang yang suka mengunakan
bahasa Inggris, karakter Mandarin, atau istilah-istilah tinggi yang hanya
diketahui dirinya sendiri seolah-olah ia
paling tahu segalanya. Alih-alih membantu dalam menyampaikan pendapatnya, hal
ini justru akan membuatnya menerima penolakan dari lawan bicara. Ingatlah bahwa
ucapan yang sulit dimengerti adalah penghalang komunikasi. (Oh Su Hyang –
Bicara Itu Ada Seninya – Rahasia Komunikasi yang Efektif, hal.12)
5. Tetap Tenang
Kita dapat menemukan orang-orang
yang sentimental saat berbicara dalam acara debat di televisi. Mereka sering
kali melontarkan perkataan-perkataan yang tidak berhubungan dengan topik
pembicaraan. Contohnya mencari kesalahan untuk menyerang secara personal. Hal ini
muncul karena situasinya menjengkelkan. Ingatlah, kekesalan merupakan hal yang
dilarang karena akan menciptakan pembicaraan yang tidak logis dan bersikap
tenang saat dibutuhkan dalam situasi seperti ini. (Oh Su Hyang – Bicara Itu Ada
Seninya – Rahasia Komunikasi yang Efektif, hal.12)
Lanjutkan tulisannya
ReplyDeleteOk siap
Delete